Cari di halaman justreads

Minggu, 06 September 2009

Mempelajari Siklus Gempa

GEMPA JOGJA 27 Mei 2006

Apa yang bisa dilakukan manusia tatkala mereka sudah tau yang akan menimpanya, bencana tidak bisa diramalkan walaupun dengan teknologi yang sangat maju, apalagi dengan hanya menyangka-nyangka. Ok mari kita lihat dan pelajari gempa yang terjadi di Jogyakarta, mengingat kita adalah calon korban gempa bumi maka sebaiknya sedia payung sebelum hujan lebih baik daripada membeli payung setelah hujan.
Gempa yang terjadi di Tasikmalaya pada tanggal 2 september 2009 sungguh membuat semua orang jabar panik, hingga banyak oknum-oknum yang menyebarkan isu-isu bohong yang katanya akan terjadi gempa susulan yang lebih besar.


Pada tanggal 27 Mei 2006, terjadi gempa bumi di sekitar daerah Jogjakarta. Gempa terjadi di pagi hari tepatnya pada waktu 5:53:58 WIB. Pusat gempa terletak pada koordinat 7,962° LS dan 110,458° BT, kurang lebih 20 km sebelah tenggara Jogjakarta atau 455 km sebelah tenggara Jakarta dengan kedalaman cukup dangkal yaitu 10 kilometer. Gempa yang terjadi berkekuatan 6.3 Mw. Kekuatan gempa bumi yang tergolong cukup kuat ini, kemudian terjadinya di daratan (inland) mengakibatkan timbulnya kerusakan gedung, bangunan dan infrastruktur lainnya yang cukup parah di daerah Jogjakarta, Bantul, dan sekitarnya, serta cukup banyak menelan korban jiwa.

p1023430.JPGimg_4098.JPGimg_4113.JPGimg_4105.JPG

Menurut hasil catatan survey, lebih dari 6000 orang meninggal dunia, dan sekitar 50.000 ribu orang mengalami cedera. Sementara itu 86.000 rumah hancur dan kurang lebih sebanyak 283.000 rumah mengalami kerusakan dengan masing-masing tingkat kerusakan berat, sedang, dan ringan. Kerusakan bangunan paling parah terdapat disekitar Bantul, Imogiri, Piyungan, dan Klaten. Kejadian gempa ini tergolong bencana nasional, dan memberikan rentetan catatan kelam bencana di negeri Indonesia, setelah sebelumnya terjadi bencana gempa bumi dan tsunami di bumi Nangro Aceh Darussalam, Nias, dan tempat-tempat lainnya.

Cukup banyaknya korban jiwa, dan kehilangan materi memperlihatkan masih lemahnya sistem pemantauan bencana gempa bumi yang ada di negara kita ini. Padahal semenjak terjadinya bencana alam gempa bumi yang diiringi tsunami di Nangro Aceh tahun 2004, pemerintah telah mencanangkan upaya early warning sistem bencana alam gempa bumi dan tsunami. Mungkin kita masih perlu waktu untuk terus mengkaji, mempersiapkan, dan memulai secara aktif program pemantauan dan mitigasi bencana alam khususnya gempa bumi dan tsunami.

Sedia payung sebelum hujan , maknanya adalah kita sebagai mahluk tuhan yang berakal harus siap diri menghadapi bencana ini, contohnya :

1. Bangunan anti gempa


Dome Home(Rumah Kubah), merupakan rumah yang agak mirip dengan Igloo
dan merupakan rumah anti Badai dan Gempa. Mengapa bisa begitu?
Dome Home sangat unik, dan di negara luar seperti negara Eropa, Japan, USA, Canada, dsb sudah banyak yang membangun Dome Home, karena:
1. Biaya pembuatannya murah
2. hemat Lokasi
3. Tahan bencana alam
4. Sangat Natural
5. sangat nyaman dipandang dan ditempati

sumber: domehome.com

2. Bahan bangunan anti gempa

Styrofoam dome houses: rumah dengan bahan styrofoam yang ringan dan anti gempa

Bahan styrofoam yang kita kenal kebanyakan digunakan untuk hal sehari-hari seperti untuk kotak pendingin, packaging dan gelas kopi sekali pakai tetapi ternyata styrofoam bisa bisa digunakan juga untuk membangun rumah loh!!

Japan Dome House Co. Ltd. adalah perusahaan yang membuat rumah dengan bahan dasar Styrofoam ini.

info lengkap : http://www.otakku.com/2008/08/14/styrofoam-dome-homes/

3. Rumah anti gempa buatan lokal

Indonesia sejak lama diketahui rentan gempa karena lokasinya berada di kawasan “Relung Volkano” yang mengitari landas samudera Pasifik. Sebut saja gempa besar di Liwa, Aceh hingga Yogyakarta dan Jawa Tengah.

Kondisi ini sejak dulu sudah disadari nenek moyang kita dengan membangun rumah tradisonal yang tahan gempa. Arsitekturnya memiliki ciri khas ringan, menghindari sambungan jepit dengan pondasi umpak.

Namun seiring kemajuan jaman, rumah-rumah kayu itu kini mulai ditinggalkan. Tidak hanya karena alasan kekinian tetapi juga karena keterbatasan bahan baku kayu yang semakin mahal.

Sebaliknya beberapa hasil riset modern dalam negeri yang dikembangkan justru kurang memasyarakat karena tiadanya dukungan dari pemerintah yang lebih suka melihat bencana demi bencana menimpa rakyatnya.

Seismic Bearing

Sebut saja penggunaaan bantalan karet alam (Seismic Bearing) untuk melindungi bangunan terhadap gempa bumi, yang dikenal sebagai base isolation karya Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor.

Teknologi pembuatan dan bahan bantalan tahan gempa yang digunakan untuk rumah tinggal maupun maupun gedung bertingkat ini sebagian besar ada di dalam negeri.

Aplikasi bantalan ini digunakan untuk melindungi gempa bumi dibuat dari kombinasi lempengan karet alam dan lempeng baja yang dapat mengurangi daya reaksi hingga 70%, karena secara alami karet alam memiliki sifat fleksibilitas dan menyerap energ

Bantalan tersebut dipasang disetiap kolom yaitu diantara pondasi dan bangunan. Karet alam berfungsi untuk mengurangi getaran akibat gempa bumi sedangkan lempeng baja digunakan untuk menambah kekakuan bantalan karet sehingga penurunan bangunan saat bertumpu diatas bantalan karet tidak besar.

Pengaruh gempa bumi yang sangat merusak struktur bangunan adalah komponen getaran karet horizontal. Getaran tersebut dapat menimbulkan gaya reaksi yang besar, bahkan pada puncak bangunan dapat berlipat hingga mendekati dua kalinya.

Oleh sebab itu apabila gaya yang sampai pada bangunan tersebut lebih besar dari kekuatan struktur maka bangunan tersebut akan rusak. Gaya reaksi yang sampai bangunan dapat dikurangi melalui penggunaan bantalan karet tahan gempa.

Pada dasarnya cara perlindungan bangunan oleh bantalan karet tahan gempa dicapai melalui pengurangan getaran gempa bumi kearah horizontal dan memungkinkan bangunan untuk begerak bebas saat berlangusung gempa bumi tanpa tertahan oleh pondasi.

Rumah Baja

Teknologi lain adalah rumah anti gempa yang dibangun dengan sistim baut (semua bagiannya disambungkan dengan baut) sehingga dapat dibongkar pasang dengan mudah karya Akademi Teknik Mesin Industri (ATMI) Solo.

Menurut Andre Sugijopranoto SJ, tiga bangunan yang dibangun di Aceh sudah terbukti mampu bertahan ketika diguncang gempa berkekuatan 6,2 skala Richter yang mengguncang ujung barat Indonesia tahun lalu.

“Setelah bencana kita lalu membangun 300 unit rumah tahan gempa di Aceh. Beberapa diantaranya unit sekolah dan rumah ibadah dan sebentar lagi mungkin ke Malaysia dan Brunei,” ujar Andre.

Menurut dia rumah ini dibuat dengan desain rumah panggung dengan pondasi setempat atau umpak dari beton yang dihubungkan dengan baut ke struktur utama yang terbuat dari baja anti karat.

Dinding bagian bawah terbuat dari plat dengan ketebalan 1 mm dan dilapisi powder painting agar tidak mudah berkarat. Sedang dinding bagian atas berupa humanboard, yaitu campuran serat kayu dengan semen dengan ketebalan tertentu.

Pencampuran semen yang banyak membuat dinding ini tahan api. Juga ada pilihan dinding campuran antara stereofoam dan semen sehingga tahan guncangan.

Untuk bagian atapnya dibuat dari seng yang dilapisi aluminium sehingga tahan karat. Sementara untuk kusen jendela dan pintu digunakan aluminium yang ringan dan tahan karat.

Rumah ini merupakan pengembangan dari model rumah smart modula yang telah lebih dulu dirancangnya. Model ini dibuat untuk memenuhi kebutuhan rumah cepat yang dibangun untuk perkantoran atau proyek diatas tanah yang bukan hak milik.

Rumah ini dapat dipindahkan dengan mudah karena tidak ada ikatan yang permanen karena menggunakan sistim baut.

“Sistim baut di rumah ini juga berfungsi menahan pergerakan rumah saat ada gempa sebab lubang baut berbentuk oval dengan memberikan tolerasi sebesar 1 cm ke kiri dan ke kanan,” lanjut pengajar ATMI tersebut..

Prinsip itu adalah jika kekencangan baut kalah oleh gerakan gempa. Maka struktur bisa bergerak mengikuti gaya horisontal dan vertikal yang ditimbulkan gempa.

Sayangnya, rumah anti gempa tak populer karena mahalnya harga satu unit bangunan ini.
Untuk membangun rumah anti gempa dengan ukuran 72 meter persegi ditawarkan harga antara Rp 750 ribu -Rp 1,5 juta per meter persegi atau Rp52 juta.

“Selain itu, secara budaya orang Indonesia belum sreg dengan desain minimalis seperti ini dan masih sering kaget dengan harga yang ditawarkan. Padahal kalau dihitung ini lebih murah dibanding rumah kayu atau tembok.

Sekian dulu infonya, mudah-mudahan bermanfaat dan menjadi insfirasi bagi anda yang mau merencanakan membuat rumah idaman.